Organisasi
adalah penyusunan dan pengaturan bagian-bagian hingga menjadi suatu kesatuan;
sususan dan aturan dari berbagai bagian sehingga merupakan kesatuan yang
teratur; gabungan kerja sama (untuk mencapai tujuan bersama).
Organisasi
Sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana
partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan Negara.
Komisi
Perlindungan Anak Indonesia, disingkat KPAI, adalah lembaga independen
Indonesia yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dalam rangka meningkatkan efektifitas penyelenggaraan
perlindungan anak.
PROFIL KPAI
Sejarah
Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dibentuk berdasarkan amanat UU Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang tersebut disahkan oleh
Sidang Paripurna DPR pada tanggal 22 September 2002 dan ditandatangani Presiden
Megawati Soekarnoputri, pada tanggal 20 Oktober 2002. Setahun kemudian sesuai
ketentuan Pasal 75 dari undang-undang tersebut, Presiden menerbitkan Keppres
No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Diperlukan waktu
sekitar 8 bulan untuk memilih dan mengangkat Anggota KPAI seperti yang diatur
dalam peraturan per-undang-undangan tersebut.
Berdasarkan
penjelasan pasal 75, ayat (1), (2), (3), dan (4) dari Undang-Undang
Perlindungan Anak, disebutkan bahwa Keanggotaan Komisi Perlindungan Anak
Indonesia terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakil ketua, 1
(satu) orang sekretaris, dan 5 (lima) orang anggota, dimana keanggotaan KPAI
terdiri dari unsur pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi
sosial, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga swadaya
masyarakat, dunia usaha, dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap
perlindungan anak. Adapun keanggotaan KPAI diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk
1 (satu) kali masa jabatan. Periode I (pertama) KPAI dimulai pada tahun
2004-2007.
Tugas Pokok dan Fungsi
Dalam Pasal 74 UU Perlindungan Anak dirumuskan “Dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak, maka dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen”.
Selanjutnya
dalam Pasal 76 UU Perlindungan Anak, dijelaskan tugas pokok KPAI yang berbunyi
sebagai berikut :
1. melakukan sosialisasi seluruh ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukaan oenelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
2. memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
1. melakukan sosialisasi seluruh ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukaan oenelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
2. memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Berdasarkan
pasal tersebut di atas, mandat KPAI adalah mengawal dan mengawasi pelaksanaan
perlindungan anak yang dilakukan oleh para pemangku kewajiban perlindungan anak
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 yakni : “Negara, Pemerintah, Masyarakat,
Keluarga, dan Orangtua” di semua strata, baik pusat maupun daerah, dalam ranah
domestik maupun publik, yang meliputi pemenuhan hak-hak dasar dan perlindungan
khusus. KPAI bukan institusi teknis yang menyelenggarakan perlindungan anak.
KPAI
memandang perlu dibentuknya Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID)
di tingkat provinsi dan kab/kota sebagai upaya untuk mengawal dan mengawasi
penyelenggaraan perlindungan anak di daerah. KPAID bukan merupakan perwakilan
KPAI dalam arti hierarkis-struktural, melainkan lebih bersifat koordinatif,
konsultatif dan fungsional. Keberadaan KPAID sejalan dengan era otonomi daerah
dimana pembangunan perlindungan anak menjadi kewajiban dan tanggungjawab
pemerintah daerah.
KPAI
mengapresiasi daerah-daerah yang sudah memiliki Perda tentang Perlindungan Anak
yang di dalamnya mengatur secara rinci bentuk-bentuk pelayanan perlindungan
anak mulai dari pelayanan primer, sekunder hingga tersier, institusi-institusi
penyelenggaranya, serta pengawas independen yang dilakukan KPAID.
Kedudukan
KPAI
adalah lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan pasal 74
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kedudukan
KPAI sejajar dengan komisi-komisi negara lainnya, seperti Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Komisi Kepolisian
Nasional (KOMPOLNAS), Komisi Kejaksaan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU), dan lain-lain.
KPAI
merupakan salah satu dari tiga institusi nasional pengawal dan pengawas
implementasi HAM di Indonesia (NHRI/National Human Right Institusion) yakni
KPAI, Komnas HAM, dan Komnas Perempuan.
Visi, Misi dan Strategi
Visi :
“Terwujudnya
Indonesia Ramah Anak” .
Misi :
Meningkatkan
komitmen para pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan perlindungan
anak:
Meningkatkan
pemahaman dan peran serta masyarakat dalam perlindungan anak.
Membangun
sistem dan jejaring pengawasan perlindungan anak.
Meningkatkan
jumlah dan kompetensi pengawas perlindungan anak.
Meningkatkan
kuantitas, kualitas, dan utilitas laporan pengawasan perlindungan anak.
Meningkatkan
kapasitas, aksesibilitas, dan kualitas layanan pengaduan masyarakat.
Meningkatkan
kinerja organisasi KPAI.
Strategi :
(1) Penggunaan
System Building Approach (SBA) sebagai basis pelaksanaan tugas dan fungsi, yang
meliputi tiga komponen sistem:
a) sistem
norma dan kebijakan, meliputi aturan dalam perundang-undangan maupun kebijakan
turunannya baik di tingkat pusat maupun daerah;
b) struktur
dan pelayanan, meliputi bagaimana struktur organisasi, kelembagaan dan
tata-laksananya, siapa saja aparatur yang bertanggung jawab dan bagaimana
kapasitasnya;
c) proses, meliputi bagaimana prosedur, mekanisme kordinasi, dan SOP-nya.
(2) Penguatan
kapasitas kelembagaan dan SDM yang profesional, kredibel dan terstruktur,
sehingga diharapkan tugas dan fungsi KPAI dapat berlangsung dengan efektif dan
efisien; c) proses, meliputi bagaimana prosedur, mekanisme kordinasi, dan SOP-nya.
(3) Penguatan
kesadaran masyarakat untuk mendorong tersedianya sarana dan prasarana pendukung
yang memberikan kemudahan akses terhadap penyelenggaraan perlindungan anak di
semua sektor;
(4) Perspektif
dan pendekatan yang holistik, komprehensif dan bukan parsial dalam merespon
masalah atau kasus, karena masalah atau kasus anak tidak pernah berdiri sendiri
namun selalu beririsan dengan berbagai aspek kehidupan yang kompleks;
(5) Diseminasi
konsep Indonesia Ramah Anak (IRA) pada berbagai pemangku kewajiban dan
penyelenggara perlindungan anak yang meniscayakan adanya child right
mainstreaming dalam segala aspek dan level pembangunan secara berkelanjutan;
(6) Penguatan
mekanisme sistem rujukan (reveral system) dalam penerimaan pengaduan, sehingga
KPAI. Hal ini dipandang penting untuk memantapkan proses penanganan masalah perlindungan
anak yang bersumber dari pengaduan masyarakat.
(7) Kemitraan
strategis dengan pemerintah dan civil society dalam setiap bidang kerja dan isu
agar setiap permasalahan bisa mendapatkan rekomendasi dan solusinya yang tepat,
serta terpantau perkembangannya.
Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) adalah milik dan aset bangsa dan negara yang
perlu diberikan dukungan dan masukan agar dapat menjalankan tugas dan
kewajibannya dengan sebaik-baiknya.
“SALAM SENYUM ANAK INDONESIA”
0 komentar:
Posting Komentar